Masalah Pendidikan di Indonesia
Pendidikan adalah
suatu penentu agar
bangsa kita dapat
melangkah lebih maju
dan dapat bersaing dengan
Negara – negara lainnya. Melihat
kekayaan alam Indonesia yang melimpah, sangat disayangkan apabila
semua kekayaan alam di Indonesia tidak dapat diolah dan dimanfaatkan oleh anak Indonesia sendiri.
Hal ini terjadi
karena kurangnya Sumber daya
manusia yang berkualitas, di mana pendidikan menjadi titik tolak dari keberhasilan suatu
negara. Kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya
pendidikan dan keterbatasan
biaya bagi anak
yang kurang mampu,
membuat pendidikan di negara ini
menjadi suatu masalah yang cukup kompleks. Dibutuhkannya peran dari pemerintah
dalam membangun pendidikan.
Gambaran ini
tercermin dari banyaknya
anak - anak usia
sekolah belum mendapatkan
pendidikan yang layak, atau
bahkan tidak sama
sekali. Jangankan di
daerah pedalaman, di
ibukota sekalipun kita masih dapat menemukan anak – anak yang
tidak sekolah, karena tuntutan ekonomi dan kesadaran akan pentingnya pendidikan.
Sumber daya
manusia yang berkualitas,
tercipta dari pendidikan
yang bermutu dan
terstruktur dengan baik. Karena
dengan begitu, akan
membangun pengetahuan, sikap
tertib dan rasa disiplin anak
dalam menjadi individu
- individu yang
bermutu dan beretika.
Dengan demikian, akan
terlahir pula anak bangsa
yang dapat melanjutkan
pembangunan dan perkembangan dari
Negara ini. Mengingat
banyaknya penduduk dan
luasnya negara Indonesia, hal
ini memang bukan
masalah yang mudah untuk dihadapi. Dengan
peran pemerintah untuk
lebih fokus dalam
mementingkan kebutuhan pendidikan
bagi anak – anak, serta
kecermatan pemerintah dalam
mengembangkan potensi anak,
karena tidak sedikit
anak - anak yang berpotensi
tidak mendapat perhatian
dari negara, tetapi
lebih mendapatkan perhatian dari
negara lain. Bukan hal mustahil bagi
Indonesia untuk menjadikan
negara ini menjadi
negara yang sudah
siap bersaing dan menjadi
negara yang lebih
maju.
Peringkat sistem pendidikan
Indonesia terendah di dunia
Sistem
pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia, menurut tabel liga global
yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson. Tempat pertama dan kedua diraih
oleh Finlandia dan Korea Selatan. Ranking itu memadukan hasil tes internasional
dan data seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di
posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Sedangkan Inggris menempati posisi
keenam.
Sir
Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan negara-negara
yang berhasil memberikan status tinggi pada guru dan memiliki
"budaya" pendidikan. Perbandingan internasional dalam dunia
pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan
pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem
pendidikan seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.
Gambaran
komposit itu meletakkan Inggris dalam posisi yang lebih kuat dibandingkan tes
Pisa dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), yang juga
merupakan salah satu tes dalam proses penyusunan ranking. Pertimbangan-pertimbangan dalam ranking ini
diproduksi untuk Pearson oleh Economist Intelligence Unit.
Kompetisi global
Dua
kekuatan utama pendidikan, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian
oleh tiga negara di Asia, yaitu Hong Kong, Jepang dan Singapura. Inggris yang
dianggap sebagai sistem tunggal juga dinilai sebagai "di atas
rata-rata" lebih baik dari Belanda, Selandia Baru, Kanada dan Irlandia.
Keempat negara itu juga berada di atas kelompok ranking menengah termasuk
Amerika Serikat, Jerman dan Prancis. Perbandingan ini diambil berdasarkan tes
yang dilakukan setiap tiga atau empat tahun di berbagai bidang termasuk
matematika, sains dan kesusasteraan serta memberikan sebuah gambaran yang
semakin menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Sebagian
wilayah di Indonesia memiliki akses yang terbatas pada dunia pendidikan. Tetapi
tujuan utamanya adalah memberikan pandangan multi dimensi dari pencapaian di
dunia pendidikan dan menciptakan sebuah bank data yang akan diperbaharui dalam
sebuah proyek Pearson bernama Learning Curve.
Melihat
dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan
biaya adalah hal penting namun tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung
pendidikan. Studi itu mengatakan biaya adalah ukuran yang mudah tetapi yang
lebih kompleks dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap
pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar.
Kesuksesan
negara-negara Asia dalam ranking ini merefleksikan nilai tinggi pendidikan dan
pengharapan orang tua. Hal ini dapat menjadi faktor utama ketika keluarga
bermigrasi ke negara lain, kata Pearson. Ada banyak perbedaan di antara kedua
negara teratas yaitu Finlandia dan Korea Selatan, menurut laporan itu, tetapi
faktor yang sama adalah keyakinan terhadap kepercayaan sosial atas pentingnya
pendidikan dan "tujuan moral."
Kualitas guru
Laporan
itu juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari
cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta
besaran gaji. Ranking itu menunjukkan bahwa tidak ada rantai penghubung jelas
antara gaji tinggi dan performa yang lebih baik. Dan ada pula konsekwensi
ekonomi langsung atas sistem pendidikan performa tinggi atau rendah, kata studi
itu, terutama di ekonomi berbasis keterampilan dan global. Tetapi tidak ada
keterangan jelas mengenai pengaruh manajemen sekolah dengan ranking pendidikan.
Ranking untuk tingkat sekolah menunjukkan bahwa Finlandia dan Korea Selatan
memiliki pilihan tingkat sekolah terendah. Namun Singapura, yang merupakan
negara dengan performa tinggi, memiliki tingkat tertinggi.
Lalu apa yang salah??
Manajemen
sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri
atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain
sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati
terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:
Ø Pendanaan
Anggaran untuk pendidikan di Indonesia memang terus
ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut masih harus juga digunakan untuk hal-hal
yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan
saat ini memang cukup membantu, akan tetapi perlu dicermati pula mengenai
distribusi serta sasaran dari pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu
seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas
dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain
hal tersebut masih belum dapat terlaksana.
Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa
kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti
Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi.
Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap
fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan
pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan
prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah
tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek
pendidikan, dan pendukung keilmuan.
Ø Permasalahan
Metode dalam Sistem Pendidikan Nasional
Metode “Spoon Feeding” yang diterapkan mulai dari TK
hingga SMA atau bahkan Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia,
dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya
bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal
29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini, "Saya ingatkan Mendiknas,
coba sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif,
dan hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak
bersekolah tidak berkembangkreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya".
Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau
entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak
kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja
tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman
biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa,
apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian
khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat
bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil.
Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk
menentukan pilihan.
Ø Pengajaran
Nilai Sikap dan Bukan Pengejaran Nilai Raport
Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki
alokasi yang minim. Sebagai contoh, selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi
di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu
semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia
masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler.
Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi
dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal
non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih terfokus
pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di Indonesia.
Ø Manajemen
Pendidikan
Wewenang untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam
bidang pendidikan di Indonesia masih dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya,
pemerintahan daerah belum berani mengambil otoritas untuk menentukan masa
pendidikan dasar atau corak seragam di sekolah formal. Dengan demikian
standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia seyogyanya adalah sama. Di
Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar pendidikan untuk tingkat sekolah
dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa akses pada dunia pendidikan di
wilayahwilayah Indonesia adalah tidak sama.
Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan
di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia
menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak
mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang
tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan
pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan
contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi,
ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu
biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap
prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain
adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman,
anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan
bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami.
Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.
Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting point
bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia adalah dengan
mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan
kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik, sehingga bisa menjadi
gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang menjadi kelebihan
sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang ada. Melalui
peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia akan menjadi
bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha mewujudkan dunia
yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan pentingnya guru
berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal
ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang pantas.