Kamis, 14 November 2013

Teori - Teori Pendidikan

Teori-teori Pendidikan

Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu :
v  Pendidikan klasik
v  Pendidikan pribadi
v  Teknologi pendidikan
v  Pendidikan interaksional
Untuk lebih jelasnya mengenai teori-teori yang dikemukakan oleh beliau, berikut adalah penjelasannya :
1.      Pendidikan klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafatklasik, seperti Perenialisme, Eessensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.
Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
2.      Pendidikan pribadi
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.

Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis),
3.      Teknologi pendidikan
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologipendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.
Dalam teori pendidikan ini, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus, berupa data-data obyektif danketerampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational. Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual.
Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
4.      Pendidikan interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru.
Lebih dari itu, dalam teori pendidikan ini, interaksi juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan denganlingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta.
Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksisosial.
Selain dari teori-teori tersebut, berikut akan dijelaskan teori-teori pendidikan yang berasal dari barat.
1.      Teori Koneksionisme
Edward Lee Thorndike adalah tokoh psikologi yang mampu memberikan pengaruh besar terhadap berlangsungnya proses pembelajaran. Teorinya dikenal dengan teori Stimulus-Respons. Menurutnya, dasar belajar adalah asosiasi antara stimulus (S) dengan respons (R). Stimulus akan memberi kesan kepada pancaindra, sedangkan respons akan mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Asosiasi seperti itu disebut Connection. Prinsip itulah yang kemudian disebut sebagai teori Connectionism.
Pendidikan yang dilakukan Thorndike adalah menghadapkan subjek pada situasi yang mengandung problem. Model eksperimen yang ditempuhnya sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan kucing sebagai objek penelitiannya. Kucing dalam keadaan lapar dimasukkan ke dalam kandang yang dibuat sedemikian rupa, dengan model pintu yang dihubungkan dengan tali. Pintu tersebut akan terbuka jika tali tersentuh/tertarik. Di luar kandang diletakkan makanan untuk merangsang kucing agar bergerak ke-luar. Pada awalnya, reaksi kucing menunjukkan sikap yang tidak terarah, seperti meloncat yang tidak menentu, hingga akhirnya suatu saat gerakan kucing menyentuh tali yang menyebabkan pintu terbuka.
Setelah percobaan itu diulang-ulang, ternyata tingkah laku kucing untuk keluar dari kandang menjadi semakin efisien. Itu berarti, kucing dapat memilih atau menyeleksi antara respons yang berguna dan yang tidak. Respons yang berhasil untuk membuka pintu, yaitu menyentuh tali akan dibuat pembiasaan, sedangkan respons lainnya dilupakan. Eksperimen itu menunjukkan adanya hubungan kuat antara stimulus dan respons.
Thorndike merumuskan hasil eksperimennya ke dalam tiga hukum dasar (Suwardi, 2005: 34-36), sebagai berikut:
a.       Hukum Kesiapan (The Law of Readiness)
Hukum ini memberikan keterangan mengenai kesiapan seseorang merespons (menerima atau menolak) terhadap suatu stimulan. Pertama, bila sese¬orang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, pelaksanaannya akan memberi kepuasan baginya sehingga tidak akan melakukan tingkah laku lain. Contoh, peserta didik yang sudah benar-benar siap menempuh ujian, dia akan puas bila ujian itu benar-benar dilaksanakan.
Kedua, bila seseorang siap melakukan suatu tingkah laku tetapi tidak dilaksanakan, maka akan timbul kekecewaan. Akibatnya, ia akan melakukan ting¬kah laku lain untuk mengurangi kekecewaan. Contoh peserta didik yang sudah belajar tekun untuk ujian, tetapi ujian dibatalkan, ia cenderung melakukan hal lain (misalnya: berbuat gaduh, protes) untuk melampiaskan kekecewaannya.
Ketiga, bila seseorang belum siap melakukan suatu perbuatan tetapi dia harus melakukannya, maka ia akan merasa tidak puas. Akibatnya, orang tersebut akan melakukan tingkah laku lain untuk menghalangi terlaksananya tingkah laku tersebut. Contoh, peserta didik tiba-tiba diberi tes tanpa diberi tahu lebih dahulu, mereka pun akan bertingkah untuk menggagalkan tes.
Keempat, bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku dan tetap tidak melakukannya, maka ia akan puas. Contoh, peserta didik akan merasa lega bila ulangan ditunda, karena dia belum belajar.


b.      Hukum Latihan (The Law of Exercise)
Hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu hukum penggunaan (the law of use), dan hukum bukan penggunaan (the law of disuse). Hukum penggunaan menyatakan bahwa dengan latihan berulang-ulang, hubungan stimulus dan respons akan makin kuat. Sedangkan hukum bukan penggunaan menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respons akan semakin melemah jika latihan dihentikan.
Contoh: Bila peserta didik dalam belajar bahasa Inggris selalu menghafal perbendaharaan kata, maka saat ada stimulus berupa pertanyaan “apa bahasa Inggrisnya kata yang berbahasa Indonesia….” maka peserta didik langsung bisa merespons pertanyaan itu dengan mengingat atau mencari kata yang benar. Sebaliknya, jika tidak pernah menghafal atau mencari, ia tidak akan memberikan respons dengan benar.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prinsip utama belajar adalah pengulangan. Makin sering suatu pelajaran diulang, akan semakin banyak yang dikuasainya. Sebaliknya, semakin tidak pernah diulang, pelajaran semakin sulit untuk dikuasai.
c.       Hukum Akibat (The Law of Effect)
Hubungan stimulus-respons akan semakin kuat, jika akibat yang ditimbulkan memuaskan. Sebaliknya, hubungan itu akan semakin lemah, jika yang dihasilkan tidak memuaskan. Maksudnya, suatu perbuatan yang diikuti dengan akibat yang menyenangkan akan cenderung untuk diulang. Tetapi jika akibatnya tidak menyenangkan, akan cenderung ditinggalkan atau dihentikan. Hubungan ini erat kaitannya dengan pemberian hadiah (reward) dan sanksi (punishment).
Contoh: Peserta didik yang biasa menyontek lalu dibiarkan saja atau justru diberi nilai baik, anak didik itu akan cenderung mengulangnya, sebab ia merasa diuntungkan dengan kondisi seperti itu. Tetapi, bila ia ditegur atau dipindahkan sehingga temannya tahu kalau ia menyontek, ia akan merasa malu (merasa tidak diuntungkan oleh kondisi). Pada kesempatan lain, ia akan berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan itu, sebab ia merasakan ada hal yang tidak menyenangkan baginya.
2.      Teori Classical Conditionins
Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Ivan Petrovich Pavlov, warga Rusia yang hidup pada tahun 1849-1936. Teorinya adalah tentang condi¬tioned reflects. Pavlov mengadakan penelitian secara intensif mengenai kelenjar ludah. Penelitian yang dilakukan Pavlov menggunakan anjing sebagai objeknya. Anjing diberi stimulus dengan makanan dan isyarat bunyi, dengan asumsi bahwa suatu ketika anjing akan merespons stimulan berdasarkan kebiasaan. 
Ketika akan makan, anjing mengeluarkan liur sebagai isyarat dia siap makan. Percobaan itu diulang berkali-kali, dan pada akhirnya percobaan dilakukan dengan memberi bunyi saja tanpa diberi makanan. Hasilnya, anjing tetap mengeluarkan liur dengan anggapan bahwa di balik bunyi itu ada makanan. Lewat penemuannya, Pavlov meletakkan dasar behaviorisme sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi berbagai penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori belajar.
Prinsip belajar menurut Pavlov adalah sebagai berikut:
a.       Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan/ mempertautkan antara perangsang (stimulus) yang lebih kurang dengan perangsang yang lebih lemah.
b.      Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan lingkungan.
c.       Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada organisme/individu.
d.      Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak.
e.       Semua aktivitas susunan saraf pusat diatur oleh eksitasi dan inhibitasi.
3.      Humanistik
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk ,memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapah psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Akhirnya , dapat disimpulkan pendidkan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Dan untuk bisa bersosialisasi antar sesama manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali ragamnya dengan definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandunga banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti pendidikan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya dapat berbeda yang satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.
Teori-teori pendidikan yang dihubungkan dengan filsafat
Selain itu, teori-teori pendidikan pun dihubungkan dengan berbagai aliran filsafat. Hal ini, dikarenakan terdapat kaitan yang sangat erat antara filsafat dengan pendidikan, karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakatnya, sementara pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut.
Filsafat pendidikan berusaha menjawab secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokol sekitar pendidikan, seperti apa, mengapa, kemana, bagaimana, dsb.
Aliran-aliran filsafat pada gilirannya melahirkan filsafat-filsafat pendidikan seperti:
Ø  Idealisme
Ø  Realism
Ø  Perenialisme
Ø  Essensialisme
Ø  Pragmatism
Ø  Progresivisme
Ø  Eksistensialisme.
Namun demikian, kita mempunyai filsafat pendidikan nasional tersendiri,  yaitu, Pancasila.
Idealisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Menurutnya apa yang dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran yang bersifat mental. Variasi dari aliran ini di antaranya :
ü  Spiritualisme
ü  Rasionalisme
ü  Neo-kantianisme
Umumnya aliran ini menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide yag masih laten antara lain melalui instropeksi dan Tanya jawab. Karena itu lembaga pendidikan/sekolah harus berfungsi membantu siswa mencari dan menemukan kebenaran, keindahan, dan kehidupan yang teratur.
Tujuan pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi siswa. Kurikulum nya berisikan pendidikan liberal dan vokasional/praktis. Metodenya harus berupa struktur dan atmosfir yang member kesempatan siswa untuk berfikir.
Naturalisme merupakan aliran filsafat  yang mengangap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh panca indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Variasi dari aliran ini diantaranya :
*      Realism
*      Materialism
*      Positivism/neopositivisme
Realisme menekankan adanya pengakuan adanya kenyataan hakiki yang objektif; tujuan pendidikan agar para siswa bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah dan memperoleh keamanan dan hidup bahagia. Kurikulum sebaiknya meliputi :
1.      Sains/IPA dan matematika
2.      Ilmu kemanusiaan dan ilmu social
3.      Nilai-nilai
Metode pendidikan berupa pembiasaan dan metode mengajar bersifat otoriter.
Positivism mengemukakan bahwa jika sesuatu disebut ada maka sesuatu itu harus dapat diamati dan diukur karena Positivism sangat mengutamakan ilmiah.
Pragmatisme  merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis. Pendidikan yaitu suatu proses eksperimental dan metode mengajar yang penting berupa pemecahan masalah.  Tujuan pendidikan harus mengajarkan seseorang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Metodenya berupa pemecahan masalah, penyelidikan dan penemuan. Kurikulummya berbasis masyarakatm lahan praktek cita-cita demokratis.
Konstruktivisme lebih menekankan pada perkembangan konsep pengertian yang mendalam sebagai hasil konstruksi aktif si pelajar dalam tujuan pendidikannya. Krurikulumnya berupa program aktivitas antara pengetahuan dan keterampilan.
            Pancasila  memandang tujuan pendidikan seyogyanya untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kurikulum disesuaikan dengan jenjang pendidikan, dan menggunakan metode-metode pilihan yang disesuaikan. Orientasi pendidikan ditujukan untuk fungsi konservasi dan juga fungsi kreasi.



Globalisasi

Globalisasi

Pengertian Globalisasi
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan koeksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Globalisasi juga bisa diartikan sebagai suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Globalisasi terjadi karena perkembangan yang pesat dalam bidang teknologi informasi dan transportasi.
Penyebab globalisasi
Globalisasi adalah sesuatu yang merubah kehidupan seseorang, kelompok, maupun suatu bangsa. Ketika globalisasi melanda sebuah bangsa maka tradisi baru pun akan muncul berbarengan dengan globalisasi yang terjadi pada zaman itu juga.
Globalisasi tepatnya adalah perubahan zaman, berubahnya pola hidup individu, kelompok, atau bangsa tertentu sebagai bentuk kesadaran dalam menyikapi suatu hal yang berbeda.
Munculnya era globalisasi tidak terlepas dari upaya manusia untuk melakukan pembaruan di berbagai bidang kehidupan guna meningkatkan kesejahteraan bersama. Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya globalisasi. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor ekstern dan intern.
a. Faktor Ekstern
Faktor Ekstern munculnya globalisasi berasal dari luar negeri dan perkembangan dunia. Faktor tersebut sebagai berikut.
1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknology (Iptek).
2) Penemuan sarana komunikasi yang semakin canggih.
3) Adanya kesepakatan internasional tentang pasar bebas.
4) Modersisasi atau pembaruan di berbagai bidang yang dilakukan negara-negara di dunia mempengaruhi negara lain untuk mengadupsi atau meniru hal yang sama.
5) Keberhasilan perjuangan prodemokrasi di beberapa negara di dunia sedikit banyak memberi inspiransi bagi munculnya tuntutan tranparansi dan globalisasi di sebuah negara.
6) Meningkatnya peran dan fungsi lembaga-lembaga internasional.
7) Perkembangan HAM.

b. Faktor Intern
Faktor intern munculnya globalisasi berasal dalam negeri. Berikut faktor-faktor intern tersebut.
1) ketergantungan sebuah negara terhadap negara-negara lain di dunia.
2) Kebebasan pers.
3) Berkembangnya transparansi dan demokrasi pemerintahan.
4) Munculnya berbagai lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat.
5) Berkembangnya cara berpikir dan semakin majunya pendidikan masyarakat
Dampak Globalisasi
Dampak Positif
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
 Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dampak Negatif
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.

e. Segala informasi tidak tersaring untuk informasi baik maupun informasi buruk.

Kamis, 17 Oktober 2013

Masalah Pendidikan di Indonesia

Masalah Pendidikan di Indonesia

Pendidikan   adalah   suatu   penentu  agar  bangsa  kita  dapat  melangkah  lebih  maju  dan  dapat bersaing  dengan  Negara – negara lainnya.  Melihat kekayaan alam Indonesia yang melimpah, sangat disayangkan  apabila  semua kekayaan alam di Indonesia tidak dapat diolah  dan dimanfaatkan oleh anak Indonesia  sendiri.  Hal  ini  terjadi  karena kurangnya  Sumber  daya  manusia yang berkualitas, di mana pendidikan  menjadi titik tolak dari keberhasilan  suatu  negara.  Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya  pendidikan  dan  keterbatasan  biaya  bagi  anak  yang  kurang  mampu,  membuat  pendidikan di negara ini menjadi suatu masalah yang cukup kompleks. Dibutuhkannya peran dari pemerintah dalam membangun  pendidikan.
Gambaran  ini  tercermin  dari  banyaknya  anak -  anak  usia  sekolah  belum  mendapatkan  pendidikan yang  layak,  atau  bahkan  tidak  sama  sekali.  Jangankan  di  daerah  pedalaman,  di  ibukota  sekalipun  kita masih dapat menemukan anak – anak yang tidak sekolah, karena tuntutan ekonomi dan kesadaran akan pentingnya  pendidikan.
Sumber   daya  manusia  yang  berkualitas,   tercipta  dari  pendidikan  yang  bermutu   dan  terstruktur dengan  baik.  Karena  dengan  begitu,  akan   membangun   pengetahuan,  sikap  tertib dan rasa disiplin  anak dalam  menjadi  individu  -  individu   yang   bermutu   dan   beretika.  Dengan  demikian,  akan  terlahir  pula  anak bangsa  yang  dapat  melanjutkan   pembangunan   dan   perkembangan   dari   Negara   ini.  Mengingat  banyaknya  penduduk  dan  luasnya  negara Indonesia,  hal  ini  memang  bukan  masalah  yang  mudah untuk dihadapi.  Dengan  peran  pemerintah  untuk  lebih  fokus  dalam  mementingkan  kebutuhan  pendidikan  bagi anak –  anak,  serta  kecermatan  pemerintah  dalam  mengembangkan  potensi anak, karena  tidak  sedikit  anak - anak  yang  berpotensi  tidak  mendapat  perhatian  dari  negara,  tetapi  lebih  mendapatkan perhatian dari negara lain.  Bukan  hal  mustahil  bagi  Indonesia  untuk  menjadikan  negara  ini  menjadi  negara  yang  sudah  siap bersaing  dan  menjadi  negara  yang  lebih  maju.


Peringkat sistem pendidikan Indonesia terendah di dunia

Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia, menurut tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson. Tempat pertama dan kedua diraih oleh Finlandia dan Korea Selatan. Ranking itu memadukan hasil tes internasional dan data seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Sedangkan Inggris menempati posisi keenam.
Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan negara-negara yang berhasil memberikan status tinggi pada guru dan memiliki "budaya" pendidikan. Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.
Gambaran komposit itu meletakkan Inggris dalam posisi yang lebih kuat dibandingkan tes Pisa dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), yang juga merupakan salah satu tes dalam proses penyusunan ranking.  Pertimbangan-pertimbangan dalam ranking ini diproduksi untuk Pearson oleh Economist Intelligence Unit.
Kompetisi global
Dua kekuatan utama pendidikan, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian oleh tiga negara di Asia, yaitu Hong Kong, Jepang dan Singapura. Inggris yang dianggap sebagai sistem tunggal juga dinilai sebagai "di atas rata-rata" lebih baik dari Belanda, Selandia Baru, Kanada dan Irlandia. Keempat negara itu juga berada di atas kelompok ranking menengah termasuk Amerika Serikat, Jerman dan Prancis. Perbandingan ini diambil berdasarkan tes yang dilakukan setiap tiga atau empat tahun di berbagai bidang termasuk matematika, sains dan kesusasteraan serta memberikan sebuah gambaran yang semakin menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Sebagian wilayah di Indonesia memiliki akses yang terbatas pada dunia pendidikan. Tetapi tujuan utamanya adalah memberikan pandangan multi dimensi dari pencapaian di dunia pendidikan dan menciptakan sebuah bank data yang akan diperbaharui dalam sebuah proyek Pearson bernama Learning Curve.
Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting namun tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan biaya adalah ukuran yang mudah tetapi yang lebih kompleks dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar.
Kesuksesan negara-negara Asia dalam ranking ini merefleksikan nilai tinggi pendidikan dan pengharapan orang tua. Hal ini dapat menjadi faktor utama ketika keluarga bermigrasi ke negara lain, kata Pearson. Ada banyak perbedaan di antara kedua negara teratas yaitu Finlandia dan Korea Selatan, menurut laporan itu, tetapi faktor yang sama adalah keyakinan terhadap kepercayaan sosial atas pentingnya pendidikan dan "tujuan moral."
Kualitas guru
Laporan itu juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji. Ranking itu menunjukkan bahwa tidak ada rantai penghubung jelas antara gaji tinggi dan performa yang lebih baik. Dan ada pula konsekwensi ekonomi langsung atas sistem pendidikan performa tinggi atau rendah, kata studi itu, terutama di ekonomi berbasis keterampilan dan global. Tetapi tidak ada keterangan jelas mengenai pengaruh manajemen sekolah dengan ranking pendidikan. Ranking untuk tingkat sekolah menunjukkan bahwa Finlandia dan Korea Selatan memiliki pilihan tingkat sekolah terendah. Namun Singapura, yang merupakan negara dengan performa tinggi, memiliki tingkat tertinggi.
Lalu apa yang salah??
Manajemen sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:
Ø  Pendanaan
Anggaran untuk pendidikan di Indonesia memang terus ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut masih harus juga digunakan untuk hal-hal yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan saat ini memang cukup membantu, akan tetapi perlu dicermati pula mengenai distribusi serta sasaran dari pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal tersebut masih belum dapat terlaksana.
Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.

Ø  Permasalahan Metode dalam Sistem Pendidikan Nasional
Metode “Spoon Feeding” yang diterapkan mulai dari TK hingga SMA atau bahkan Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia, dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini, "Saya ingatkan Mendiknas, coba sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif, dan hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak bersekolah tidak berkembangkreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya".
Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.

Ø  Pengajaran Nilai Sikap dan Bukan Pengejaran Nilai Raport
Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki alokasi yang minim. Sebagai contoh, selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler. Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih terfokus pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di Indonesia.

Ø  Manajemen Pendidikan
Wewenang untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam bidang pendidikan di Indonesia masih dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya, pemerintahan daerah belum berani mengambil otoritas untuk menentukan masa pendidikan dasar atau corak seragam di sekolah formal. Dengan demikian standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia seyogyanya adalah sama. Di Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar pendidikan untuk tingkat sekolah dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa akses pada dunia pendidikan di wilayahwilayah Indonesia adalah tidak sama.
Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.

Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting point bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia adalah dengan mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik, sehingga bisa menjadi gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang menjadi kelebihan sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang ada. Melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang pantas.